AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL

AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG

Terapi agama merupakan suatu upaya yang di lakukan manusia untuk menyembuhkan penyakit jiwa melalui jalur keagamaan. Dalam ilmu kesehatan terdapat dua cara mengatasi penyakit kejiwaan tersebut, yang pertama yakni somoterapi atau dalam pengertian pengobatan yang di lakukan secara fisik yang berupa obat-obatan. Kedua yaitu psikoterapi yakni pengeobatan yang di lakukan bukan hanya pada pengobatan fisik saja, melainkan pengobatan ini di lakakukan terhadap kejiwaan (mental emosi) dengan metode psikologi[1]. Terapi jenis ini menjadi pacuan terakhir sebagaia solusi agama terhap probelamatika kejiwaan manusia.

Psikologi agama terdiri dari dua kata yang memiliki pengertian yang berbeda. Secara umum psikologi merupakan sebuah ilmu yang kejiwaan baik itu gejala-gejala, proses, maupun latar belakangnya[2]. Menurut Robet Thuliss, psikologi secara umum di pergunakan untuk ilmu yang mempelajari tingkah laku dan juga pengalaman manusia[3]



B.       Rumusan Masalah

1.      Dapat mengetahui pengertian perbedaan agama dan kesehatan mental
2.      Bisa membedakan hubungan agama degan kesehatan mental
3.      Mengetahui penyakit kejiwaan dan juga mental
4.      Mengetahui penyakit-penyakit kejiwaan
5.      Dapat mengetahui hubungan agama dan kesehatan mental






BAB II
PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL


1.    PENGERTIAN AGAMA

  Agama adalah sebagai bentuk keyakinan yang berpijak pada suatu kodrat ke pada kejiwaan, sehingga kuat atau lemahnya agama tersebut tergantung ke pada seberapa jauh dan seberapa dalam keyakinan seseorang tersebut terhadap apa yang ia yakini[4]. Agama sebagai sebagaia sumber keyakinan sangatlah sulit untuk di ukur secara tepat dan juga rinci. Hal ini pula yang menyulitkan para ahli mengidentifikasikan secara tepat tentang agama. J.H Leuba dalam bukunya menjelaskan yang berjudul A Psychological Study of Relegion telah menulis lebih 48 defenisi agama yang di berikan oleh para ahali, namun hal itu tidak memuaskannya[5].

Apapun kepercayaan yang di anggap sebagai agama, memeng meiliki ciri khusus yang hampir sama. Namun, menurut Robert H Thouless, fakta menunjukkan bahwa agama berpusat pada tuhan atau dewa-dewa yang mereka percayai.

Kesadaran keagamaan (beragama) di artikan sabagai sebagian yang hadir pada pikiran dan dapat di uji melalui intropeksi dengan kata lain, kesadaran keagamaan merupakan aspek mental dan aktifitas keagamaan (beragama) seseorang. Sedangkan pengalamn keagamaan (beragama) di artikan sebgai perasaan yang membawa ke pad keyakinan yang di hasilklan oleh tindakan.

Adapun menurut Jalaludin dan Ramayulis ialah sebagai ilmu jiwa yang khusus mempelajari sikap dan tingkah lalku seseorang yan gtimbul dari keyakinan yang di anutnya berdasarkanpendekatan psikologi. Sedangkan Thouless memebatasinya sebagai ilmu jiwa yang memusatkan perhatian dan perilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang di pungut dari studi tingkah laku non-relijius.

Bila di cermati bahwa psikologi agama menitik pada aspek pengaruh, shingga wajar bila ada yang menyebut psikologi agama sebagai ilmu berpengaruh. Ini berarti objek kajian psikologi agama bukan ajaran agama, melainkan pengaruh keagamaan. Psikologi agama hanya mempelajari bagiaman pengaruh agama ataua kepercayaan ideology manusia terhadap seluruh kepribadiannya.



2.        Pengertian kesehatan mental

Kesehatan mental merupakan terwujudnya keserasian yangsungguh-sungguh antar fungsi- fungsi kejiwan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya sendiridan lingkungannya, berdasarkan keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidaup yang bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat.

Kesehatan mental sebagai salah satu cabang ilmu jiwa yang telah di kenal sejak abad ke 19, seperti Jerman pada tahun 1875 M, orang telah mengenal kesehatan mental sebagai ilmu walaupun dalam bentuk sederhana.

Mustafa Fahmi mengemukakan, sebagaimana yang telah di kutip oleh Muhammad Mahmud, menemukan dua pola factor yang  mendefenisikan kesehatan mental: pertama, pola negative (salabiyah), bahwa kesehatan mental merupakan terhindarnya seseorang dari gejala neurosis (al-amaradh al’ashabiyah) dan psikologi (al-amaradh al-dzibaniyah). Kedua , pola positive (ijabiyah), bahwa kesehatan mental ialah kemampuan individu dalam penyesuain terhadap diri sendiri dan lingkungan sosialnya. Pola kedua ini lebih umum dan lebih luas di bandingkan dengan pola pertama.

Dengan demikian psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan juga mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang di anutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut di lakukan melalui pendekatan psikologi.


B.  HUBUNGAN AGAMA DAN PENYAKIT JIWA


1.    Hubungan agama dengan kesehatan mental

Dalam ilmu kedokteran di kenal dengan istilah “psikosomatik” (kejiwabadanan).  Dimasukkan dengan istilah tersebut adalah untuk menjelaskan bahawa, terdapat hubungan yang erat antara jiwa dan juga badan. Jika jiwa berada dalam kondisi yang kurang normal seperti susah, cemas, gelisah da sebagainya, maka badan turut menderita.

       Beberapa penemuan di bidang kedokteran di jumpai kasus yang membuktikan adanya hubungan tersebut, jiwa (pysce) dan badan (soma). Orang yang merasa takut , langsung kehilangan nafsu makan atau susah buang air. Dan istilah makan hati berulam jantung merupakan cerminan tentang adanya hubungan antara jiwa dan badan sebagai hubungan timbal balik, jiwa sehat badan segar dan badan sehat jiwa normal.

       Sejumlah beberapa factor adanya hubungan keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah di sadari oleh ilmuan beberapa abad yang lalu. Seperti yang di kemukakan oleh Carel Gustav Jung “di antar pasien say yang setengah baya, tidak seorang pun penyakit kejiwaannya yang tidak di latar belakangi oleh aspek agama.

Dalam kasus serupa juga di kemukakan bahwa banyak di jumpai buku  yang mengungkapkan betapa eratnya hubungan agama dan juga penyakit kejiwaan. Di Indonesia sendiri dua buku yang di terbitkan dengan jugau “Peranan Agama dan Kesehatan Mental” oleh Zakiah Darajat dan “Agama dan Kesehatan Mental Jiwa” yang di susun oleh Aulia, yang membahas sejumlah kasus yang menghubungkan adanya hubungan antara kesehatna jiwa dan agama.

Salah satu cabang ilmu kejiwaan yang tergolong dalam psikologi Humanistika di kenal logoterapi (logos berarti makna dan juga rohani). Logoterapi di landasi falsafah hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya di mensi spiritual di samping dimensi biologis, dimensi psikologis, dan dimensi kehidupan pada manusia. Karena bagaimanpun manusia memiliki keadaan tanpa daya, manusia akan kehilangan pegan, bersikap pasrah. Dalam hal ini ajaran agama paling tidak akan membangkikan makna dalam kehidupannya.


2.    Hubungan agama dan tasawuf

Tasawuf merupakan penghayatan keagamaan yang esoterik yang bersifat religious, karena tasawuf berasal dari ajaran agama. Oleh karena itu , pembenaran terhadap suatu ajaran menjadi syarat bagi kajian tasawuf.

Sedangkan psikologi agama hanya akan membatasi kajiannya pada prinsip psikologis saja. Psikologi agama tidak membahas salah atau benarnya agama, kebenaran yang di cari psikologi agama bukan kebenaran teologis maupun kebenaran fiqih, melainkan kebenaran psikologis. Dalam melihat uraian di atas tampak jelas bahwa secara esensial kedua ilmu tersebut tidak memiliki hubungan secara langsung. Namun hal itu tidak tertutup kemungkinan terjadi hubungan antara keduanya. Bila di teliti lebih cermat lagi, ternyata ada ketertarikan ilmu tersebut. Tasawuf dan psikologi agama sama-sama berpijak pada kajian mengenai kejiwaan manusia. Bedanya hanya terletak pada metode pengajiannya.

Psikologi agama tidak mengkaji tasauf dari segi ajaran dan ritus-ritusnya, akan tetapi hanya mengkaji bukti-bukti empiric ketasawufan seseorang. Maka wajar, jika psikologi agama tidak melibatkan diri dalam pembelaan ataupun penyangkalan terhadap hasil penghayatan para sufi. PSikologi agama hanya mengungkapkan pengaruh ajaran tasawuf terhadap keperibadian manusia.

Dari keterangan di atas dapat di ketahui hubungan agama dan psikologi tasawuf terletak pada objek penelitian. Psikologi agama mengadakan hubungan dengan tasawuf karena mempunyai kepentingan sebagia objek penelitian. Kesadaran dan pengalaman keagamaan yang mendalam banyak di temukan dalam ajaran tasawuf, bahkan Nincholson mengatakan : Sufism is the of religious experiences artinya sufisme adalah suatu bentuk pengalaman keagamaan.


3.        Hubungan agama dalam mengatasi krisis spiritual


Menurut Kamarudin Hidayat salah satu akibat memuncaknya rasionalisme dan teknologi zaman modern ini adalah presepsi dan apresiasi tentang tuhan dan kebertuhanan tidak lagi mendapat tempat yang terhormat. Kecendrungan seperti ini sering juga di anggap sebagai perkembangan logis dan lajunya proses sekularisasi artinya penolakannya bukan padainstitusional, seperti persoalan agama dan Negara, melainkan proses terhadap pikiran manusia. Dengan hilangnya batasan-batasan yang di anggap dan di yakini sebagai abstral dan absolute, manusia hanya berputar-putar dalam dunia yang serba relative, terutama dalam system nilai dan juga moralitas yang di bangunnya.

Seyyed Hossen Nashr juga mengatakan bahwa fenomena dan kondisimasyarakat yang telah berada di luar kesadaran manusia itu sendiri di anplogi sebagai “manusia telah berada di luar lingkaran eksistensinya”. Dalam beberapa dekade terakhir ini semakin banyak orang yang tertarik untuk melihat kembali ajaran-ajaran agama karena situasi-situasi yang menyimpang. Di sebabkan oleh perubahan yang sangat cepat dalam semua aspek kehidupan, banyak orang yang merasakan membutuhkan sesuatu untuk di pegang dengan kuat. Tidaklah heran jika hampir semua ajaran keagamaan bangkit kembali dengan berbagai cara dan bentuk.


4.    Hubungan agama terhadap pembangunan

Agama sebagai unsur esensi pembangunan dalam membentuk keperibadian  manusia yang positif secara individu dan juga bermasyarakatselama kebenarannya masih di yakini secara mutlak.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut maka di tinjau psikologi terhadap peran agama dalalm kaitannya dengan pembangunan uamt sebagai individu maupun anggota masyarakat akan dapat memberikan bahan masukan yang penting.

Mukti Ali mengemukakan bahwa peran agama dalam pembangunan adalah:

1.      Sebagai etos pembagunan

Maksudnya yakni bahwa agama yang menjadi anutan seseorang atau masyarakat jika di hayati dan di yakini secara mendalam. Selanjutnya nilai moral tersebut akan memberikan garis-garis pedoman tingkah laku seseorang dalam bertindak, sesuai dengan ajaran agamanya. Segala bentuk perbuatan yang di larang agama di jauhi dan sebaliknya selalu giat dalam menerapkan perintah agama, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan orang banyak.

Segala bentuk perbuatan individu maupun masyarakat selalu dalam satu garis yang serasidengan peraturan dan aturan agama dan akhirnya akan terbina suatu kebiasaan dan perilaku yang agamis. Kebiasaan dan perilaku yang agamis dapat di jadikan sebagai etos pembangunan.

2.      Sebagai motifasi perkembangan

Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan ,emdapat dorongan seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik. Pengalaman agama tercermin dari pribadi yang berpartisipasi dalam peningkatan mutu kehidupan tanpa imbalan materi.

Peranan positif ini telah membuahakan hasil yang konkrik baik dalam pembangunan fisik berupa pembangunan sarana prasarana yang di butuhkan, sumbangan harta benda dan hak milik untuk kepentingan masyarakat yang berlandaskan ajaran agama telah banyak di nikmati dalam pembangunan, misalnya:


1.      Menghibahkan atau mewakafkan tanah untuk pembangunan jalan, jembatan, rumah sakit dan sarana prasarana lainnya
2.      Penggunaan dana untuk pembangunan lembaga pendidikan, rumah ibadah, panti asuhan, dan lain-lain
3.      Pengarahan yang terkordinasi oleh pemuka agama dalam membina kegotong royongan.


C.  JENIS - JENIS PENYAKIT JIWA


  1.          Waswas

At-Tustari menyampaikan kepada kita mengenai hakikat waswas. Beliau berkata bahwa “memikirkan perkara yang telah lalu, berupa janji dan ancaman, jika tidak di buat-buat tidak di katakana waswas.”[6]SElanjutnya, ia berkata bahwa memikirkan segala sesuatu selain Allah adalah kewaswasan. Setiap orang yang hanya tertuju pada dunia tidak akan selamat dari rasa waswas.

Dari ungkapan beliau tersebut, kita dapat menggungkapkan bahwa, sumber timbulnya rasa was-was tersebut ialah dari jiwa yang selalu meniru ke pada hal-hal yang kejelekan atau keburukan, At-Tustari mengungkapkan bahwa rasa waswas tersebut dapat menyerang pada saat kita sedang makan , sedang minum, member, atau dalam keadaan menerima.

Rasa was-was ini terbagi dalam beberapa bentuk, yakni:

1.      Waswas yang di tumbulkan dari pemutarbalikkan kebenaran
2.      Waswas yang di timbulkan karena luapan dan gejola syahwat
3.      Waswas yang timbul dari ujaran yang di lakukan secara tiba-tiba (khawatir), ingat keadaan yang menekan kuat, dan mengingat umpamanya selain sholat.

Imam Al-Samarqandi[7] menjelaskan, mengenai tiupan-tiupan (makai’d) setan yang menimbulkan ras waswas dalam hati manusia. Beliau juga menjelaskan bahwa setan mendatangi manusia melalui sepuluh pintu. Pada pintu pertama, setan datang ke pada manusia tersebut dalam bentuk rakus dan buruk sangka. Jika manusia menghadapinya dengan rasa percaya (tsiqah) dan merasa cukup (qana’ah) pada Allah, serta meminta bantu ke pada Allah dengan cara berdoa.

Setan akan terkepung jika seorang hamba tersebut merasa baik sangka ke pada Allah SWT, Percaya penuh atas katunia yang di berikannya, pemberian, serta anugrahnya. Dengan demikian jika seorang hamba qanaah dan juga penuh syukur, setan tidak akan menggodanya.
Pada pintu kedua, setan akan dating kepada manusia melalui pintu kehidupandan perhiasan dunia serta agan-agan yang panjang. Jika seorang hamba menghadapinya dengan rasa zuhud pada Allah, dan selalu berpikir bahwa sepanjang apapun umur di dunia ini, kematian akan menghampirinya.

Pintu ketiga yakni setan menghampiri manusia dari pintu rasa senang, satai, cenderung pada yang lebih mudah dan senang pada kenikmatan dunia. Cara mengobati jiwa yang terkena penyakit teresebut dengan melakukan mujadalah zuhud pada kesenang, sadar terhadap rasa malas dan bersenang-senang.

Pintu ke empat ini setan menghembuskan rasa was-was kepad manusia melalu pintu ujub dan ketertipuan. Dengan cara setan menampakkan perilaku manusia tersebut terlihat bagus padanya. Kemaksiatan di jadikan keindahan bagianya, jika seorang manusia menghadapi rasa tersebut maka, manusia tersebut harus memiliki rasa takut akan siksa dan membentengi diri serta meminta bantu ke pada Allah.

Pintu kelima, setan mesuk kedalam manusia untuk menghembuskan ke waswasam dengan menganggap enteng dan rendah orang lain serta merasa di atasnya. Jika seseorang telah terserang oleh godaan setan ini, maka manusia tersebut memenuhi kewajiban dirinya terhadap orang lain dalam bentuk keagamaan, memahami hak yang perlu di penuhinya, dan menjaga kehormatannya.

Pintu keenam, yakni setan dating ke pada manusia pintu hasud dan dengki kepada orang lain. Sorang hamba harus berlindung dari rasa waswas ini dengan cara memiliki sikap adil dan pada bagian yang telah di tetapkan Allah pada hamba-hambanya.

Pintu ke tujuh, setan masuk melalui pintu riya. Riya merupakan sesutau perkara kemusyikran yang terselubung. Setan kadang melebih-lebihkan bentuk amal pada seorang hamba dengan menjadikan seorang hamba tersebut terasa tersenjung dengan pekerjaannya. Setan menjadikan sang hamba merasa tersanjung dengan pekerjaannya. Setan menimbulkan rasa syukur terhadap kebaikannya dna memuji akhlaknya. Pintu ini merupakan pintu yang sangat rawan jika seorang hamba tidak menguncinya dengan pintu keikhlasan. Cara terhindar dari godaan ini yakni dengan mendahulukan orang lain, rendah hati (tawadhu), menyalahi hasrat, dan juga menghidarkan diri dari persoalan yang dapat menjerumuskan pada perangkat iblis.

Pintu kedelapan, di mana setan dating kepada manusia dari pintu kekikiran yang merupakan watak primordial manusia dan pintu hasrat (hawa) yang merupakan kecendrungan jiwa. Jika seorang hamba tidak melawan rasa waswas ini, setan akan menekan dan menjatuhkannya. Oleh sebab itu, jika seorang hamba yang telah terjerat pada pintu ini maka selalu berpikir apa yang ada pada tangan makhluk akan musnah.

Pada pintu kesembilan, setan menghembuskan kewaswasan pada manusia melalui pintu ketakaburan. Penyakit takabur merupakan penyakit yang sangat tercela. Seorang hamba yang terkena penyakit ini melawannya dengan tawdhu dan sadar bahwa dirinya makhluk ciptaan Allah SWT, hanya Allah lah yang hakiki dan juga maha sempurna.

Pintu kesepuluh, setan datang di dada manusia untuk menghembuskan rsa waswas padanya dari pintu ketamakan. Seorang hamba membentengi pintu tersebut dengan memangkasa dunia dan percaya sepenuhnya kepada Allah.

Menurut Al-Muhasibi “jika pengetahuanmu sempurna dalam mengetahui genderang permusuhan setan, pengetahuanmu akan mendorong dirimu untuk memeranginya.  Jadikan kenikmatan yang engkau rasakan untuk mematahkan permusuhan setan. Cintai lah tuhanmu, jika engkau memenuhi jiwamudengan mencintai ke pada tuhanmu , engkau akan menemukan rasa lezat menyalahi keinginan setan lebih besar dari pada mengikuti kehendakya. Jika seorang hamba memalingkannya dengan dzikir niscaya akan sirna.

2.        Marah

Marah merupakan kekuatan setan yang di titipkan Allah ke pada manusia. Menurut  Al-hakim At-Tirmidzi berkata “ketika marah sedang naik, ia bagaikan awan yang naik berada di antara dua mata hati sehingga melelehkan akal[8]. Akal terdapat di bagian luar marah tersebut, yakni di bagian mulut dan dada.
    
 Rasa amarah ini di timbulkan karena perasaan seorang hamba yang tenang dengan keadaan dan kekuatannya. Jika ketentraman sang hamba di kembalikan ke pada Allah, bukan pada keadaan kekuatannya, ia akan sadar pada kelemahan sehingga ucapannya merupakan kelembutan dan kasih sayang.

Beberapa sebab terjadinya amarah ialah rasa sombong, ujub, riya, keras kepala,senang bergurau, dan juga menyepelekan orang lain sehingga akibat yang di timbulkan dari rasa amarah ini ialah rasa dengki, hasud, dan sakit. Menurut miskawih, rasa amarah ini akan berpengaruh terhadap fisik dan juga akal manusia[9].

Hakikat amarah ini yakni merupakan gerakan jiwa yang di timbulkan bergolaknya hasrat untuk menyiksa orang lain, sehingga di harapkan orang yang memiliki penyakit amarah ini sering melakukan tepai riyadah nafsiyah latihan ke disiplinan kejiwaan, di antara cara yang paling tepatnya ialah membiarkan orang yang merah tersebut hingga jiwanya pulih, hilang bekas amarahnya, dan jiwanya kembali tenang


3.        Takabur

Dari Al- Raghib Al-Ishfahani berkata , “Kibr, takabur, dan istikbar adalah tiga kata yang memiliki kesamaan makna. Kibr (takbur) merupakan keadaan seseorang yang takjub akan dirinya sendiri[10]

Dalam kitab Al-Washaya, Al-Muhasibi berkata, “hati-hatilah kalian kepada Allah jika kalian menganggap remeh orang lain dan menolak kebenaran jika di sampaikan ke pada kalian, sesungguhnya Allah memebenci dan meremehkan orang-orang yang takabur.

Al-Muhasibi menyebutkan bahwa rasa tawadhu merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa takabur seseorang. Selain mengetahui dirinya butuh ke pada Allah SWT. Jika seseorang tersebut mengetahui dirinya sangat butuh dan rendah, ia akan menerima segala sesuatu yang datang dari tuhannya dan akan menganggap betapa agung nikmat dari tuhannya.


4.        Ujub

Ujub secara bahasa yakni sombing (zhw) sedangkana menurut istilah ialah orang yang sombong dengan sesuatu yang datang darinya, baik berupa kebaikan dan keburukan[11]. Ujub merupakan penyakit dan perasaan yang tercela, ujub dapat menyebabkan buta hati manusia sehingga menganngap semua perbuatannya tersebut kebaikan.

Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang itu ujub
1.      Karena kecantikannya
2.      Karena akalnya
3.      Karena keturunan
                                                                        







                                                                
BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahawa agama dan kesehatan mental sangat berkaitan erat dan juga salig berhubungan. Tanapa adanya agama kesehatan pada diri seseorang itu akan terasa kurang, banyaknya penyakit yang tidak dapat di sembuhkan oleh medis membaut konsep agam dalam menyembuhkannya memebuat agama tersebut berperan penting dalam pengobatannya.

Dalam konsep pengembangannya pengobatan terhadap kesehatan agama ini di landasi berdasarkan konsep hamba ke pada tuhannya, sehingga membuat seorang hamba tersebut tetap taat ke pada tuhannya dan menjalakan ajaran dari tuhannya.

Dengan mengetahui dari penyakit psikologi ini dan hubungannya ke pada agama, membuat kita akan tetap semakin taat dan beriman ke pada Allah dan menjadikan ibadah ke pad atuhan atau kedekatan seorang hamba itu ibadah sekalian obat terhadap penyakit yang di drita seotang hamba tersebut




























[1] A. Faruq Nasutioan, Thibburruhany atau Faith-Heeling Psikology Imam dalam Kesehatan Jiwa dan Badan n,Jakarta : Publik Komunikasi Ilmiah Ulum Eldine, Cet. I, 1976, hal. 32.
[2] Abu Ahmadi,Psikologi Pelajar, Rineka Cipta Solo, 1991 Hal.1
[3] Robert Thuless, pengantar psikologi agama, Rajawali Press, Jakarta 1992 hal 13
[4] Joesoef sou’yb, Agama-agama besar di dunia , Pustaka al-husana, Jak 1983 Hal 16
[5] Loc. Cit. Robert hal 17
[6] Ahmad Shubhi, Al-
[7] Imam Al-Samarqandi, Thanbih Al-Ghafilin, hlm.205
[8] At-tirmidzi, Al-Haqiqah Al-Adamiyah, hlm.67
[9] Al-Tarifat hal.142
[10] Al-Raghib Al-Ishfahani, Almufaradat fi Gharib Al-Quran, Kairo:Musthafa Al-Bai Al-Halbi, hlm.421
[11] Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab juz 4, hlm.2812

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Tampilkan Komentar
Sembunyikan Komentar

0 Response to "AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel